
Sunan atau
Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan adalah putra dari pasangan Sunan Ngundug dengan
Syarifah Dewi Rahil binti Sunan Bonang. Beliau lahir pada 9 September 1400M/808
Hijriah. Ayahnya merupakan putra Sultan di Palestina yang bernama Sayyid
Fadhal Ali Murtazha (Raja Pandita) yang berhijrah dari sabilillah hingga ke
Jawa. Sesampainya di Islam Demak kemudian diangkat menjadi panglima perang.
Sunan ngudung selaku senopati Demak gugur pada saat berhadapan dengan
Raden Husain atau Adipati Terung dari Majapahit. Lalu kedudukannya digantikan
oleh Sunan Kudus puteranya sendiri. Sunan Kudus yang merupakan keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad sejatinya
bukanlah asli penduduk Kudus, tetapi ia berasal dan lahir di Al-Quds negara
Palestina. Kemudian bersama kakek, ayah dan kerabatnya berhijrah ke Tanah Jawa.
SEJARAH NAMA KOTA KUDUS

Sunan Kudus juga banyak berguru kepada Sunan Kalijaga dan ia menggunakan gaya berdakwah gurunya itu yang sangat toleran pada budaya setempat serta cara penyampaiannya yang halus. Didekatinya masyarakat dengan memakai simbol-simbol Hindu-Budha seperti yang nampak pada gaya arsitektur Masjid Kudus. Selanjutnya, Sunan Kudus juga berguru kepada Sunan Ampel di Surabaya selama beberapa tahun.
Pada tahun 1530, Sunan Kudus mendirikan sebuah mesjid di desa Kerjasan,
Kota Kudus, yang kini terkenal dengan nama Masjid Agung Kudus dan masih
bertahan hingga sekarang. Masjid Agung Kudus berada di alun-alun kota
Kudus Jawa Tengah. Peninggalan lain dari Sunan Kudus adalah permintaannya
kepada masyarakat untuk tidak memotong hewan kurban sapi dalam perayaan Idul
Adha untuk menghormati masyarakat penganut agama Hindu dengan mengganti kurban
sapi dengan memotong kurban kerbau, pesan untuk memotong kurban kerbau ini
masih banyak ditaati oleh masyarakat Kudus hingga saat ini. Sunan
Kudus berhasil menampakkan warisan budaya dan tanda dakwah islamiyahnya yang
dikenal dengan pendekatan kultural yang begitu kuat. Hal ini sangat nampak
jelas pada Menara Kudus yang merupakan hasil akulturasi budaya antara
Hindu-China-Islam yang sering dikatakan sebagai representasi menara
multikultural. Aspek material dari Menara Kudus yang membawa kepada pemaknaan
tertentu melahirkan ideologi pencitraan terhadap Sunan Kudus. Mitos Sunan Kudus
selain dapat ditemui pada peninggalan benda cagar budayanya, juga bisa
ditemukan di dalam sejarah, gambar, legenda, tradisi, ekspresi seni maupun
cerita rakyat yang berkembang di kalangan masyarakat Kudus. Kini ia populer
sebagai seorang wali yang toleran, ahli ilmu, gagah berani, kharismatik, dan
seniman.

WAFATNYA SUNAN KUDUS
Sunan
Kudus meninggal dunia pada tahun 1550 M, saat menjadi Imam sholat Subuh di
Masjid Menara Kudus, dalam posisi sujud. kemudian dimakamkan di lingkungan
Masjid Menara Kudus. Satu fakta utama yang dapat masyarakat lihat pada mata
uang kertas Rp. 5.000,00 dengan gambar Menara Kudus. Ini merupakan suatu bentuk
apresiasi dari Gubernur Bank Indonesia yang dijabat oleh Arifin Siregar pada
masa itu. (red)
Semoga
perjalanan Sunan Kudus ini bisa menambah pengetahuan kita dan juga meneladani sifat
baik terhadap orang di sekitarnya.
0 Komentar