JAKARTA, TEGAR NEWS - Siapa yang tidak kenal dengan sang maestro yang satu ini. Betul, lukisan “Pertempuran
Gatotkaca dan Antasena” merupakan salah satu lukisan Basoeki Abdullah yang
terkenal, dan sekaligus turut menjadi titik awal kiprahnya dalam dunia lukis.
Pada tahun 1933, Prof. Wolff Schoemacher, seorang guru besar anatomi di Tecnische Hoogeschool Bandung, memberikan kesempatan kepada Basoeki
Abdullah untuk memamerkan sebuah lukisan di Jaarbeurs atau
Pekan Raya Bandung. Ini merupakan kesempatan langka bagi para pelukis Indonesia
karena biasanya yang mengikuti pameran Jaarbeurs adalah
para pelukis Eropa saja.
Kesempatan yang diberikan
Prof. Wolff Schoemacher tersebut betul-betul dimanfaatkan oleh Basoeki
Abdullah. Untuk mengikuti pameran lukisan ini Basoeki Abdullah membuat sebuah
lukisan besar yang terinspirasi dari Wayang Jawa, yang menceritakan kisah tentang
perang antara Gatotkaca dan Antasena untuk memperebutkan Dewi Sembadra.
Pemilihan tema lukisan tersebut dikarenakan Beliau tumbuh dalam lingkungan
Keraton Surakarta yang akrab dengan dunia wayang.
Antasena adalah nama salah satu tokoh pewayangan yang tidak
terdapat dalam naskah Mahabharata karena merupakan ciptaan para pujangga Jawa.
Antasena merupakan anak dari Bima dengan Putri Naga yang bernama Nagagini, dan
mampu hidup di dalam air dan di berbagai perairan. Sedangkan Gatotkaca
adalah seorang tokoh dalam cerita Mahabharata, putra Bimasena (Bima) atau
Wrekodara dari keluarga Pandawa. Ibunya bernama Hidimbi (Harimbi) dan berasal
dari Bangsa Rakshasa. Gatotkaca dikisahkan memiliki kekuatan luar biasa. Pada lukisan ini dicitrakan kedua anak Bima tersebut sedang
bertarung mengadu kesaktiannya. Basoeki Abdullah sangat mungkin terinspirasi
dari cerita wayang lakon Sebrada Larung. Secara ringkas cerita tersebut
digambarkan sebagai berikut.
Dikisahkan pada suatu waktu Dewi Sembadra (Istri Arjuna) sedang
sendirian di Istana Madukara. Kemudian datanglah Burisrawa (salah seorang
Kurawa) yang sangat mencintai Dewi Sembadra, lalu mengancam Dewi Sembadra
untuk melayaninya. Namun tentu saja Dewi Sembadra menolak. Akhirnya Dewi
Sembadra ditusuk keris oleh Burisrawa hingga meninggal.
Ketika Arjuna datang, ia menemukan jika istrinya telah
meninggal. Seluruh istana pun gempar, bahkan hingga ke seluruh Kerajaan
Indraprastha. Para Pandawa mencari-cari siapa pembunuh Dewi Sembrada, namun
tidak dapat diketahui. Maka dipanggilah penasehat para Pandawa, yakni Kresna.
Menurut Kresna jenazah Dewi Sembadra sebaiknya dimasukan ke dalam perahu dan
dihanyutkan di Sungai Gangga. Gatotkaca harus terbang di angkasa untuk
mengawasinya, siapapun manusia yang mendekati perahu berisikan jenazah Dewi
Sembadra, maka dialah pembunuh Sang Dewi.
Diceritakan pada saat itu Antasena juga sedang mengembara di
Sungai Gangga mendekati Indraprastha untuk mencari ayahandanya. Sambil menyelam
ia mendekati perahu yang hanyut berisi jenazah Dewi Sembadra. Ia terkejut
melihat isi perahu, ia merasa kasihan melihat seorang putri yang telah
meninggal, maka dengan kesaktiannya Dewi Sembadra pun berhasil dihidupkan
kembali.
Sementara di Angkasa Gatotkaca sedang terbang, ia melihat
seorang ksatria berkulit hijau dan bersisik mendekati perahu Dewi Sembadra.
Tanpa berpikir panjang ia segera menerjang Antareja karena menduga Antareja
adalah pembunuh Dewi Sembadra. Adegan pertarungan antara Gatotkaca dan Antareja
itulah yang kemudian divisualisasikan oleh Basoeki Abdullah dalam lukisannya.
Lukisan yang beberapa hari kemudian dipamerkan di Jaarbeurs
Bandung tersebut mengundang kekaguman dari banyak pengunjung. Semburan api dan
kilatan halilintar dalam lukisan itu sepertinya menghipnotis setiap pengunjung
yang melihatnya.
Gaya lukisan tersebut adalah realisme. Warna putih yang
mengesankan air, dilukis secara ekspresif dengan gerakan ke atas, sedangkan
warna merah dengan oranye dan kuning menunjukan sedang marah. Basoeki juga
turut menguasai percampuran warna yang diolah secara cermat, sehingga
menghasilkan warna-warna yang matang. Lukisan ini cenderung menampilkan gaya
realist-ekspresif.
Dapat dikatakan pelukis sangat menguasai teknik pencahayaan. Hal
ini dapat diamati pula pantulan-pantulan cahaya optis pada objek keseimbangan
dalam menempatkan objek dalam bidang lukis bersifat simetris, dengan posisi
objek atas bawah, suatu pertunjukan dari tokoh imajiner, yang sudah melegenda
di tanah Jawa. Menurut para ahli, wayang adalah ensiklopedia orang Jawa, karena
pada cerita wayang terkandung suri tauladan yang bisa dijadikan pelajaran bagi
umat manusia dan alam sekitarnya. (red)
Selamat melukis..
0 Komentar