Mengertilah Tentang Konstitusi, Pahami UU dan Tahu Implementasinya

       

Foto: Joyo Kasto Wijoyo.(Dok.Istimewa)


*Opini Oleh : Joyo Kasto Wijoyo (budayawan, Pemerhati NKRI)*


JAKARTA, TEGAR NEWS - Membaca tulisan Chris Komari yang menganggap semua lembaga negara tidak ada yang baik, seperti demokrasi lontong sayur: DPR, MPR, KPU, Pers, dan lainnya, membuat saya menulis tanggapan ini.

Saya menilai ada pemahaman beliau yang kurang komprehensif dari sisi teori Demokrasi, Trias Politica, dan pemahaman atas realitas obyektif sosial politik di Indonesia.

Trias Pilitica

Saya mulai dari penerapan Trias Politica di Indonesia. Konsep ini adalah pemisahan dan pembagian kekuasaan negara dalam bentuk cabang-cabang kekuasaan, yang memiliki kewenangan dan fungsi masing-masing, yaitu lembaga : legislatif, eksekutif, yudikatif.

Kewenangan dan fungsi lembaga negara itu tidak terpisah secara otonom. Namun terpisah tapi terkoneksi. 

Misalnya lembaga legislatif yang berwenang mengusulkan RUU, juga kewenangan itu melekat secara konstitusional di lembaga eksekutif. Di UUD 1945 menyatakan bahwa DPR sebagai lembaga yang berkuasa dalam pembuatan UU, UU secara konstitusional dianggap sah jika di setujui secara bersama antara DPR dan pemerintah.

Begitu pula sebaliknya, lembaga eksekutif yang memiliki kewenangan dalam Hak Budgetting, lembaga legislatif juga memiliki fungsi konstitusional untuk bersama-sama dengan pemerintah menyetujui Rancangan APBN.

Satu lagi, soal controlling. Sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila yang diterapkan, dalam konteks frase di UUD 1945 atau di UU tidak mengenal istilah/ konsep oposisi. Kalau di Amerika yang memiliki 2 partai politik besar, Demokrat vs Republik, fungsi kontrol dari partai oposisi terhadap pemerintahan eksekutif dapat berjalan dengan baik.  Posisi partai politik di oposisi karena partai itu kalah bertarung di pemilu. Kalah tarung lalu menjadi oposisi. Yang menang tarung maka akan menguasai lembaga eksekutif, dikontrol oleh partai oposisi.

Bagaimana di Indonesia?

Setiap pemerintahan hasil produk pemilu presiden dipastikan akan membangun stabilitas politik. Caranya, ya membangun koalisi partai di DPR secara mayoritas. Ini cara efektif untuk merealisasikan janji-janji kampanye dalam bentuk program kerja pemerintah. Jalan lancar, bebas hambatan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Hampir mirip dengan Trilogi Pembangunan Orba.

Meski partai koalisi pemerintah di DPR itu mayoritas, lalu bagaimana saudara menjelaskan secara teoritis bahwa ada anggota DPR dari partai koalisi pemerintah justru mengkritik pemerintah sendiri? Adakah kondisi ini di Amerika Serikat? Atau di Inggris? Kalau dalam konsep sistem parlemen, kan sudah terbelah menjadi dua blok : pemerintah dan oposisi.

Apakah menurut saudara kritik dari anggota DPR yang berasal dari partai koalisi pemerintah kepada pemerintah di sidang-sidang DPR itu sekedar lips service? Dagelan politik? Pencitraan saja?

Apakah ini disebut tirani mayoritas? Lalu saya mau tanya, dalam sistem demokrasi, apakah membangun kekuatan mayoritas di DPR itu salah?

Apakah target partai politik untuk memenangkan pemilu agar memperoleh kursi sebanyak-banyaknya di parlemen itu salah?

Ya enggak dong.

Pemilu di sistem demokrasi itu menganut prinsip OPOVOV (One Person, One Vote, One Value). Adil, menghargai martabat kemanusiaan, anti diskriminasi. 

Kekuatan mayoritas di DPR, jika voting, ya pasti menang. Lalu salahnya di mana dalam sistem Demokrasi? Silahkan Saudara yang punya otak menjawab !

Jika ada kebijakan deliberasi melalui musyawarah mufakat, apakah itu salah ? 

Ya enggak dong !

Kan mufakat juga bagian dari proses pengambilan keputusan dalam sistem demokrasi, selain voting. Sistem demokrasi yang bersumber dari Tanah Yunani, masuk ke negara di dunia pasti akan bersentuhan dengan nilai sosial, politik, budaya, dan ekonomi lokal. Masing-masing negara akan menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalam ruang yang tidak kosong. Universalime nilai demokrasi diterapkan di dalam ruang state nation.

Kalau semua proses pengambilan keputusan harus melalui voting, tetapi ada koalisi partai mayoritas di parlemen, lalu saudara katakan itu tirani mayoritas, lalu konsep seperti apa yang saudara tawarkan bagi rakyat Indonesia agar sesuai dengan teori dan pemikiran demokrasi agar DPR/ MPR, dan demokrasi tidak buruk? Jika itu dianggap tirani mayoritas dan sesuatu yang salah, lalu yang benar seperti apa? Ayo berikan dong pemikiran hebatmu.

Dari tulisannya, Chris Komari hanya penuh keluh-kesah, sumpah-serapah : It's a brainless, Isn't that a big joke?, demokrasi lontong-sayur, nggak bermutu blas!, contoh baleho dungu, apa lagi ya hehehe.. 

Ayo tawarkan gagasanmu tentang kekuasaan negara, hubungan cabang-cabang kekuasaan, soal pemilu, soal pers, dan lainnya. Saya pikir dengan kecerdasan pikiran saudara tentu akan dapat membawa kebaikan buat negeri ini.(Red)

Posting Komentar

0 Komentar