Dianggap Menimbulkan Multi Tafsir, TAMPAK Mendesak Kapolri Segera Merevisi Perkap No 14 Tahun 2011

      

Foto: Fernando Silalahi Juru bicara Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK).(Dok.Istimewa)



JAKARTA, TEGAR NEWS - Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK) meminta Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo agar segera menerbitkan Peraturan Kapolri (Perkap) terkait dapatnya bawahan menolak perintah atasan apabila bertentangan dengan norma dan hukum yang berlaku.

Hal tersebut dikatakan juru bicara TAMPAK Dr. Fernando Silalahi, S.H yang sekaligus juga sebagai Dosen di program Pascasarjana Magister Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI). Ia mengatakan seharusnya pihak kepolisian dapat belajar banyak dari kasus Brigadir Josua Hutabarat yang sedang masuk tahap proses penyidikan.

"Bahwa Kapolri harus segera mengeluarkan Perkap agar peristiwa yang terjadi kepada Brigadir Josua tidak terulang kembali dan atau peristiwa-peristiwa hukum lainnya, yang mana ketika seorang bawahan diperintah atasan dapat menolak perintah atasan bila bertentangan dengan norma dan hukum yang berlaku," ujarnya kepada Tegar News, Selasa (13/9/2022).

Lebih lanjut Ia menjelaskan, aturan yang tertuang dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang kode etik profesi kepolisian negara republik Indonesia jelas diatur terkait wewenang dari atasan dan tanggung jawab dari prajurit.

"Berdasarkan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Pasal 13 Ayat 2 mengatakan : Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Atasan dilarang: 

a. memberi perintah yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan:dan

b. menggunakan kewenangannya secara tidak bertanggungjawab.

Sementara di Pasal 13 Ayat 3 mengatakan : Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan dilarang: 

a. melawan atau menentang Atasan dengan kata-kata atau tindakan yang tidak sopan; dan

b. menyampaikan laporan yang tidak benar kepada Atasan.

Bahwa berdasarkan pasal 13 ayat 3 dapat diartikan oleh bawahan tidak boleh melawan perintah atasan. Bila melihat pasal 51 KUHP ayat (1) mengatakan : Barang siapa melakukan perbuatan untuk menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh kuasa yang berhak akan itu, tidak boleh dihukum.

Pasal 51 KUHP ayat (2) mengatakan : Perintah jabatan yang diberikan oleh kuasa yang tidak berhak tidak membebaskan dari hukuman, kecuali jika pegawai yang dibawahnya atas kepercayaannya memandang bahwa perintah itu seakan-akan diberikan kuasa yang berhak dengan sah dan menjalankan perintah itu menjadi kewajiban pegawai yang dibawah perintah tadi," ungkapnya.

Berdasarkan kesimpulan diatas, masih katanya, TAMPAK mendesak kepada Kapolri agar segera melakukan revisi terhadap perkap No. 14 Tahun 2011 agar tidak membuat penafsiran hukum yang berbeda terkait atasan dan bawahan.

"Berdasarkan tersebut diatas TAMPAK mendesak kepada Kapolri untuk segera merevisi Perkap No 14 Tahun 2011 tentang kode etik profesi Kepolisian Republik Indonesia pada Pasal 13 Ayat 2 dan pada Pasal 13 Ayat 3, agar tidak membuat penafsiran hukum yang berbeda-beda baik seorang pimpinan maupun seorang bawahan. TAMPAK juga mendesak kepada Kapolri agar fungsi pengawasan di internal kepolisian lebih diefektifkan lagi supaya tidak ada seorang pimpinan menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Terkait dengan adanya bawahan yang melaksanakan perintah atasan dalam peristiwa pembunuhan Brigadir Josua, bila bawahan tersebut tidak terkait langsung dengan peristiwa tersebut, maka sebaiknya Kapolri mengevaluasi. Terutama kepada prajurit-prajurit terendah." Pungkasnya.(Red) 


Posting Komentar

0 Komentar