Gotong Royong Perangi Korupsi Peradilan

JAKARTA, TEGARNEWS.COM - Polah korupsi sebagian pengelola lembaga peradilan menjadi momok bagi para pencari keadilan khususnya rakyat kecil. Putusan yang didasarkan atas dasar pesanan dari salah satu yang berperkara bisa menciderai rasa keadilan masyarakat. Dampaknya luar biasa menggerus kepercayaan masyarakat lantaran yang harusnya tak bersalah diputus bersalah atau sebaliknya.

Dan korupsi peradilan terjadi bukan faktor hakim semata, tetapi pihak-pihak yang ikut berperkara ikut andil menyuburkan praktik rasuah ini. Peran pengacara misalnya, yang harus menyuap hakim agar kasusnya menang. Kasus teranyar adalah dugaan suap majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumatera Utara jelas menggambarkan kelindan korupsi antara hakim dan pengacara.

Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga yang diberi wewenang mengawasi perilaku hakim dalam proses peradilan mengaku kesulitan dalam mengawasi perilaku korupsi aparat peradilan. Modus yang dilakukan kian rapih dan terencana. Meskipun pengawasan terus dilakukan, tetap saja praktik korup di peradilan terjadi. Karenanya pengawasan tidak hanya oleh KY maupun Mahkamah Agung, tetapi semua pihak termasuk organisasi pengacara.

"Tidak bisa hanya lembaga khusus, masyarakat harus ikut mengawasi," kata Koordinator TEGAR INDONESIA Agus Rihat P.MAnalu, S.H kepada tegarnews.com.

Korupsi peradilan terjadi karena hilangnya integritas hakim. Dalam kode etik, seorang hakim dilarang bertemu dengan para pihak yang berperkara. Namun praktiknya mereka bertemu di tempat-tempat yang sulit diawasi. Biasanya pertemuan dilakukan di luar negeri seperti di Singapura.

"Mematuhi kode etik dengan baik sebenarnya bisa menghambat korupsi peradilan, tapi praktiknya sulit," kata Agus Rihat.

Posting Komentar

0 Komentar